KTP Oh KTP: Dari Kantor ke Jalanan

Dari Kantor ke Kantor

Di kantor polisi di jalan Juanda kota Samarinda:

“Pak, saya mau urus surat keterangan kehilangan KTP. Bagaimana prosedurnya?” tanya Mamen.

“Oh, perlu surat pengantar dari kelurahan dimana KTP saudara terdaftar yang menerangkan bahwa saudara memang warga di kelurahan sana.” jawab petugas piketnya yang masih muda.

Di kantor kelurahan di Kelurahan Rawa Makmur, Kecamatan Palaran:

Setelah menunggu beberapa lama…

“Pak, saya mau urus KTP baru, KTP saya yang sebelumnya hilang. Bagaimana prosedurnya?” tanya Mamen.

“Wah…itu perlu surat keterangan hilang dulu dek dari polisi. Urus dulu ya ke kantor polisi.” jawab petugas piketnya yang nampak sudah berumur.

“Nah itu pak. Saya sudah ke kantor polisi . Untuk urus surat keterangan kehilangan KTP di kepolisian harus ada surat pengantar dari kelurahan sini, Makanya saya ke sini. Apa prosedurnya pak?” tanya Mamen lagi.

“Oh…harus ada surat keterangan domisili dari RT setempat. Temui RT sampean. Minta surat keterangan warga ya. Nanti ke sini lagi. Oia, jangan lupa sertakan fotokopi KK (baca: Kartu Keluarga) satu lembar,” terang si penjaga piket.

Di kantor (rumah) RT, tak jauh dari dari kantor kelurahan:

Pintu rumah tertutup rapat.

“Assalamu’alaikum…” Mamen ucap salam ke penghuni rumah.

“Wa’alaikumsalam…sebentar,” terdengar suara jawaban salam dari seorang perempuan di dalam rumah.

Pintu rumah kemudian terbuka. Muncul sosok perempuan muda dari balik pintu. Dalam hati Mamen berkata, “Pak RT ini isterinya muda sekali…”

“Ada apa Mas?” sapa si perempuan muda.

“Oh..maaf, pak RT ada bu?” jawab Mamen terbangun dari lamunannya.

“Wah..bapak sedang keluar. Ada apa ya Mas?” tanya si perempuan muda.

“Saya mau urus surat domisili warga sini. Kira-kira Bapak kembali jam berapa bu? ” jawab Mamen sembari kembali bertanya.

“Bapak keluar kota. Sepertinya pekan depan baru pulang Mas.” jelas si perempuan muda.

Aarrrghh…*muka datar*. Mata Mamen sejenak melotot kemudian tertunduk lesu. *Menatap jauh ke depan alias melamun*

“Mungkin pekan depan Mas bisa datang lagi ke sini,” suara si perempuan muda membangunkan Mamen dari lamunannya.

“Oh iya. Terimakasih. Maaf, ibu ini isteri pak RT?” tanya Mamen tiba-tiba.

“Oh bukan Mas. Saya anak beliau.” jawab perempuan muda.

“Oh begitu. Baiklah, saya pamit…Mba.” Mamen pulang dengan perasaan campur aduk.

Di Perjalanan Pulang

Dipacu motornya dengan kecepatan sedang. Teringat ia akan KTP baru yang harus segera ia miliki. Banyak urusan yang perlu diselesaikan dengan KTP tersebut. Beberapa janji harus ia selesaikan dengan KTP baru itu. Janji dengan petugas Grapari Telkomsel di Mall Lembuswana. Janji dengan Customer Service di salah satu cabang Bank Syariah di Samarinda. Dan beberapa janji dan kesepakatan lain. Namun kini semuanya harus tertunda lagi.

Foto dari mbah Google

Foto dari mbah Google

Hujan rintik menghadang di perjalanan. Mamen menepikan motornya. Lalu turun membuka jok motor. Mengambil jas hujan tipis berwarna pink. *Aje gila itu warna mencolok sekali*. Tersenyum simpul ia saat mengenakan jas hujan itu. Mungkin ia teringat kenangan lucu akan jas hujan itu.

Diseruduk Kijang

Dia pacu kuda tungganganya. menyusuri trek lurus sepanjang jalan Slamet Riyadi di tepian sungai Mahakam yang membelah Samarinda. Ada berkas yang harus dia antarkan ke seseorang di kantor Gubernur Kalimantan Timur. Jam saat itu menunjuk pukul 14.20 Wita.

“Mudah-mudahan masih sempat,” ucapnya dalam hati.

Melewati mesjid kubah hijau Darun Ni’mah, hujan turun semakin deras. Bekas debu bercampur air di kaca helm cukup menghalangi pandangannya. Dia bersihkan kaca helm itu dengan tangan kirinya. Belum selesai tangannya bekerja…

“Braakkk…,” suara motor Mamen diseruduk (mobil) Kijang dari samping kanan.  Badannya terbentur ke aspal. Terpental. Berputar beberapa kali. Lalu berhenti dengan posisi badan tertindih di bawah motornya sendiri.

Mamen terkapar. Bukan terkapar pingsan. Tapi terkapar tertawa sambil menatap ke atas langit yang masih menurunkan hujan. Mamen mencoba mengalihkan rasa perih dan sakit di beberapa bagian tubuhnya dengan tertawa. Dasar sinting.

“Awas..awas..ada Truk..” teriakan warga sekitar menyadarkan Mamen dari posisi terkaparnya.

Dia miringkan kepalanya ke kiri. Aduhai. Sebuah truk beroda delapan berjalan ke arahnya. Dilihatnya ban kiri depan truk itu tepat mengarah ke kepalanya.

“Ya Allah…,” ucapnya penuh rasa kaget.

Mamen mencoba berdiri. Dia dorong motornya. Tapi usahanya nampak sia-sia. Dia kesulitan lepas dari tindihan motornya. Kembali dia melihat ke arah truk besar yang sudah makin dekat itu. “Is it my time? Laa ilaha illallaah,” ucapnya getir. Kemudian…

(bersambung..)

Pos ini dipublikasikan di My Story dan tag , , , , , , , . Tandai permalink.

Satu Balasan ke KTP Oh KTP: Dari Kantor ke Jalanan

  1. memen berkata:

    Kasihan sekali si memen. Pake jatuh lagi. Ktpnya udah jadi kah men. Hehehe

Tinggalkan Balasan ke memen Batalkan balasan