Pedagang Jujur, Dosen Korupsi

Depresi.

Tidak salah jika dikatakan bahwa sebagian masyarakat kita sedang mengalami depresi ekonomi. Perusahaan berjatuhan, PHK menggelinding. Angka jobless meningkat.

Penghasilan berkurang, di saat yang sama desakan kebutuhan tidak berkurang. Situasi menjepit menjadikan masyarakat tak sedikit menempuh jalan singkat, demi memenuhi kebutuhan hidup yang menyekak. Tak heran kemudian tindak kejahatan di sekitar kita melonjak. Di Kaltim saja, angka tindak kejahatan meningkat empat kali lipat.

Target tindakannya bagaimana mendapat uang dengan cepat. Di antaranya ada tindak pencurian, perampokan, hingga pemerasan besar-besaran dengan bermacam intrik. Dari kelas teri hingga kelas kakap. Dari target sandal sepatu di teras mesjid hingga brankas uang di bank. Dari yang senyap hingga yang terang-terangan. Dari aksi lucu nan menggelikan. Dari yang memilukan hingga jatuh korban jiwa. Sedih…

Maka, di tengah fenomena itu, begitu sejuk hati kita mendapati sosok semacam Rahmad Zan. Di kota Samarinda, ibukota Kaltim, ia telah mendapat julukan “Penjual bendera jujur Amad”. Kisahnya, Amad, nama panggilan akrab Rahmad, menemukan dompet tercecer di jalanan berisi uang jutaan rupiah, yang berhasil dia serahkan ke pemiliknya setelah info penemuannya itu menjadi viral di Facebook. (Kisah lengkap Amad bisa ditelusuri di sini ).

Melihat kehidupan Amad yang sederhana, dengan desakan kebutuhan yang menghimpit, lantas menemukan dompet seperti itu di jalanan, kita bisa membayangkan pilihan-pilihan yang bermunculan bertarung dalam isi kepalanya. Amad lalu memilih mengedepankan akal sehat berlandas pertimbangan moral & keyakinannya. “Pokoknya kebutuhan makanan anak didulukan. Dan, yang terutama adalah halal,” kata Amad. Saat menemukan dompet itu, Amad tidak mengambil pilihan untuk mengambilnya apalagi untuk dipakai memenuhi kebutuhan sehari-hari. Di tengah kondisinya itu, Amad masih memikirkan orang lain. “Bayangkan jika ternyata kita yang kehilangan uang sebanyak itu. Sudah pasti bukan main gundahnya,” begitu Amad menjelaskan. Sehingga, mengembalikan barang temuannya itu kepada sang pemilik menjadi keputusan yang diambil oleh Amad.

Hehe.. tidak heran kemudian, jika julukannya di atas ada yang memplesetkan menjadi “Penjual bendera jujur amat”. Bagi Amad, yang seorang rakyat biasa, tidak ada istilah amat atau banget atau sebaliknya setengah-setengah dalam bersikap jujur. Sebuah sikap ksatria. (Hormat kami..)

Tapi sayangnya, prinsip yang dipegang dan dijalankan Amad itu, nampaknya tidak berlaku dalam kamus beberapa orang yang bukan rakyat biasa, atau yang kita kenal sebagai pejabat. Lihat saja sekitar kita. Tidak sulit mendapati fenomena pejabat yang begitu rakus menumpuk kekayaan dengan berbagai cara, tak terkecuali cara-cara yang tak dibenarkan oleh norma.

Fenomena pejabat semacam itu memalukan. Dan makin memalukan lagi tindakan semacam itu terjadi di lembaga pendidikan, kampus, notabene dianggap dapur penghasil para intelektual. Pejabat birokrasi kampus ada yang menjalankan praktik korupsi.

Seperti yang terkuak di salah satu PTN terbesar di Kaltim, oknum dosen pejabat lembaga kampus diduga kuat melakukan tindak korupsi dengan nominal yang fantastis. Lihat beritanya di sini . Publik patut menduga bahwa apa yang terkuak ini hanya fenomena gunung es. Bisa jadi ada praktik-praktik lain yang lebih besar dan menggurita. Dilakukan dengan terstruktur, sistematis, dan masif.

Jika selama ini sebuah kampus mendapat ketidakpercayaan dari publik karena ulah mahasiswa (yang lebih banyak dimediakan yang berkesan buruknya), maka praktik korupsi pejabat birokrasi ini menjadikan publik akan semakin tidak percaya lagi pada kampus, sebagai lembaga pendidikan kita. Lantas bila sudah demikian, akan kemana putera puteri kita mencari didikan keilmuan dan moralitas ?

Maka menjadi pekerjaan besar pemangku kebijakan tinggi kampus untuk menindak dan membongkar praktik-praktik seperti ini di lingkungan mereka. Terhadap pemangku jabatan tinggi tersebut, patutlah untuk bekerja dengan baik sebagaimana mestinya. Karena terhadap mereka, mata publik sendiri kini melotot mengawasi kinerjanya.

~~~

Pos ini dipublikasikan di Opini. Tandai permalink.

Tinggalkan komentar